Sabtu, April 12, 2014

Mobil diderek 3 kali tak menyurutkan rinduku untuk pulang Klaten

Momen saat memberi makan sapi di rumah nenek buyut, Desa Bayat, Klaten
Peta Mudik lebaran :)
Nduk, kapan tekane, Azel rak ora rewel tho ? (Nduk, kapan sampainya, Azel enggak rewel kan ?),” pertanyaan itu yang selalu Bapak atau Ibu tanyakan selama perjalanan saya pulang kampung ke kota kelahiran, Klaten, saat libur lebaran Agustus 2013 kemarin. Maklum, sebagai kakek dan nenek pasti mereka sudah tidak sabar ingin ketemu cucunya. Saya selalu menjawab “Maceeeet, doain ya Mi semoga lancar...” 


Long..looong journey
Jujur, saat mudik kemarin ada beberapa hambatan yang kami temui selama dalam perjalanan. Mungkin kurang persiapan atau kurang banyak doa entahlah. Hal itulah yang membuat saya tidak bisa memastikan berapa jam lagi bisa sampai rumah tepatnya di Desa Besole, Kecamatan Ceper, Klaten. Eits, meski titelnya desa, tapi rumah saya sebenarnya berada dipinggir jalan raya Solo-Yogya lho, kalau lewat mampir ya hehe...
Hamparan sawah di tanah kelahiranku, Bayat, Klaten
Pulang kampung bermobil (dengan personil suami, saya, dan anak yang masih 2,5 tahun) melalui jalur darat saat lebaran kemarin merupakan pengalaman pertama kami. Rasa excited dan deg-degan campur aduk jadi satu, apalagi cerita teman-teman kalau mudik ke Jawa lewat jalur Pantura bisa memakan waktu 20 jam sekali jalan. Kami sebelumnya selalu naik kereta jika tiba giliran berlebaran ke Klaten. 
Azel bersama Mbah Kung (ayahku)
Kalau diingat dan diceritakan kembali pengalaman mudik lebaran 2013 kemarin pasti saya selalu ngelus dada karena kebangetan lelakone (kejadiannya), ketawa, dan kesal bercampur jadi satu. Bagaimana tidak, H-5 sebelum lebaran sesuai rencana selepas Sholat Isya kami berangkat dengan harapan bisa sampai Klaten keesokan paginya, kenyataannya kami malah harus berangkat esok dan itupun tanpa kepastian yang jelas !

Ijo royo-royo, suasana desa
Kejadian itu bermula dari mobil pribadi kami tiba-tiba mogok di dalam tol daerah Karawang Barat. Untungnya (nah, meski cobaan tapi masih tetep untung) saat mendengar kejanggalan; suara air mengucur dibagian bawah mobil, suami saya tanpa pikir panjang spontan mengarahkan mobil ke lajur kiri, padahal saat itu laju mobil kami sedang kencang-kencangnya dan di lajur paling kanan pula. Pekik suara klakson mobil lain tidak usah ditanya, bikin budeg teramat sangat. 


Bersama Mbah Kung mau jalan2
Nah, ketika tepat sampai di bahu jalan, itupun belum sempat mengerem tiba-tiba mobil langsung sek ! mati ! padahal jalan tol saat itu lancar dan hampir semua mobil berlomba melajukan mobilnya luar biasa kencang, sekencang semangat mudik agar bisa sampai tujuan dengan cepat. “Ya Allah, Alhamdulillah... apa jadinya kalau tadi tidak inisiatif ke kiri,” ucapku. Dalam kemalangan pun selalu bersyukur masih beruntung.

Mobil itu yang mengantarkan kami mudik Klaten :)
Dalam kepanikan karena melihat kanan-kiri hanya pepohonan gelap, kami mengalami untung yang kedua yaitu dalam hitungan detik truk derek Jasa Marga pas banget beroperasi di belakang mobil kami ! Akhirnya mobil kami diderek keluar tol Karawang Barat untuk dicek. Oya, pernah naik mobil dengan menengadah keatas 45 derajat dan full aneka perlengkapan mudik didalam mobil? saya doain jangan sampai deh. Ingin sekali rasanya nangis. Terdengar anak saya, Azel nyeletuk “Wah, wah mobilnya kenapa Mi ?,” celetukan Azel yang duduk disamping saya justru mengundang gelak tawa. “Ya mas, mobilnya rusak,” jawabku singkat. 

Azel sama Mbah Uti & Akung
Setelah hampir satu jam tim derek Jasa Marga membantu mengecek kerusakan yang terjadi, akhirnya diketahui kalau air karburator yang harusnya berputar tenang, ini malah melenting keluar. Fixed, mereka tidak merekomendasikan kami untuk melanjutkan perjalanan jauh. Lemaslah saya, mana sudah pamitan tetangga kanan kiri, telepon saudara-saudara di kampung, mempersiapkan segala bekal selama perjalanan dan tetek bengek lainnya. Duh, apa kata dunia ?? jerit saya dalam hati.


Ternak ikan di rumah Mbah Uyut
Akhirnya dengan terpaksa mobil kami harus diderek untuk yang kedua kalinya menuju Showroom mobil Bekasi. Padahal baru 2 minggu sebelumnya kami full service demi mudik ini. Derek untuk kedua kali ini tidak gratis pemirsa, karena kami juga menyadari memang jaraknya hampir 60 KM untuk balik dan sudah larut malam,  850 ribu melayang untuk kembali Bekasi...

Duet Gn. Merapi-Merbabu dari jendela kamarku
Saya tidak banyak bicara saat pulang diantar taksi sampai ke rumah, waktu sudah tengah malam. Hanya bingung, sedih, marah, capek, jengkel, kecewa (wah ini sih bukan “hanya” tapi sudah meluap seperti air mendidih hahaha). Seluruh barang perlengkapan mudik, laptop, tablet pun saya tinggal dalam mobil di Showroom. Paginya suami saya kembali ke Showroom untuk memastikan apakah mobil bisa kami pakai pulang kampung. Meskipun suami pulang ke rumah membawa kembali mobil, dari raut mukanya saat tiba sudah bisa ditebak. 

Kebersamaan saat di desa
“Sepertinya gagal mudik nih,” gumam saya. Benar saja, “kita cari mobil rental aja  yuk,” ajaknya. What ? Sudah H-4 lebaran dan kami baru mau mencari mobil rental ? pasrah dan lesu rasanya. Tapi lagi-lagi Tuhan Maha Baik, tidak jauh dari komplek perumahan kami melihat ada rental yang mobilnya masih tersedia. Soal harga sewa darurat begini ? jangan ditanya, untuk 10 hari mudik kami dipatok harga 7 juta rupiah. Mungkin karena kasihan, didiskon menjadi 6,5 juta rupiah. “Gak apa-apa demi mudik apalah arti sebuah harga,” ucapku ke suami, padahal saya pun gak tau nanti kedepannya gimana. Sudah rahasia umum kalau di kampung itu; angpau lebaran sudah seperti kewajiban, pasti nraktir saudara-saudara, jalan-jalan, bensin, dan lain-lain. Arghhhh...dipikir belakangan saja.

Klaten, here we come !
Setelah selesai bertransaksi dan memindahkan segala amunisi kedalam mobil rental, tepat pukul 10 pagi kami kembali melajukan mobil untuk mudik. Rasanya seperti De Javu. Klaten..here we come !! Upss telepon dari keluarga, saudara-saudara, teman, tidak berhenti berdering menanyakan saya sudah sampai dimana. Boro-boro sampai mana, masih di Bekasi ! dan inilah sifat saya, tidak ingin membagi kemalangan serta kepanikan kepada orang lain. Hanya saya jawab “Doain aja.. macet..,” hahaha... Sing penting mudik lan slamet (Yang penting mudik dan selamat).

Sebenarnya itu cerita awal yang tak terlupakan saat pulang kampung kemarin. Masih ada momen dimana mobil rental kami pun kembali harus diderek saat sampai di daerah Srondol, Semarang keesokan paginya Subuh-Subuh pula, lalu kami harus menunggu sekitar 5 (lima) jam di bengkel karena masalah filter oli :( Ahhhh... rasanya ingin teriak sekencang-kencangnya. Karena belum sampai tujuan, kami harus keluar duit banyak sekali.

Sambel bawang favoritku
Dannnnn.... setelah perjalanan yang amazing itu, kami tiba di rumah saat matahari tepat diatas kepala. Sujud syukur kami tiba dengan selamat. Bercengkerama dengan Bapak, Ibu dan keluarga yang lain adalah jurus jitu untuk melupakan segala yang terjadi. Bisa ditebak pertanyaan yang pertama muncul adalah “mobilmu kondone ireng Nduk, kok putih ? (mobilmu katanya berwarna hitam Nduk, kok putih ?).” 


Azel di balkon kamarku Klaten
Karena saya benar-benar tidak ingin membagi kesedihan dan pasti membuat saya harus bercerita ke puluhan saudara lagi kalau mereka mendengar kejadian yang menimpa saya, jadi saya memilih untuk menjawab singkat “Iya, mobilnya ditinggal di rumah, ini dipinjemi saudaranya mas Ferry (suami) karena lebih irit bensinnya,” memang benar sih irit, tapi kan bukan dipinjami tapi bayar sewa haha. Pssttt.. sampai sekarang pun rahasia ini sebenarnya masih tersimpan rapi :D
Candi Plaosan Kidul

Candi Prambanan
Candi Kalasan
Di kampung halaman, kami benar-benar tak bisa tinggal diam. Hampir setiap hari kami pergi menjelajah. Apalagi kami membayar sewa mobil, jadi enggak mau rugi dong ya. Dalam satu hari kami berpetualang mengunjungi 7 (tujuh) candi : Candi Kalasan, Candi Sewu, Candi Prambanan, Candi Bubrah, Candi Lumbung, Candi Plaosan Lor, dan Candi Plaosan Kidul. Meski luar biasa panas dan suami berpuasa, kami sangat bersemangat dan menikmatinya. Azel pun tak kalah antusiasnya. Seperti menemukan harta karun tersembunyi rasanya. Padahal dulu saya kemana saja ya, cuma pernah berkunjung ke Candi Prambanan saja.

Bersama keluarga di Pantai Kukup, Gunung Kidul
Pantai Indrayanti
Pantai Sundak
Di lain hari kami sekeluarga besar juga menyambangi pantai-pantai di Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta. Karena banyaknya pemudik yang mengincar pantai-pantai Gunung Kidul untuk bernostalgia dan jalanan lumayan macet maka kami hanya bisa berkunjung ke 3 (pantai) yaitu Pantai Kukup, Pantai Indrayanti, dan Pantai Sundak. Jalanan yang berkelok-kelok khas pegunungan dan menembus hutan, sungguh membuat decak kagum yang tak henti-henti. Cerita lengkap mengenai kecantikan pantai-pantai ini pernah saya tulis dan bisa dilihat disini.

Wonogiri
Wonogiri
Lalu kami juga berpetualang ke Museum Krast, Wonogiri dan pulangnya Azel panas tinggi. Keesokannya kami harus beristirahat agar Azel cepat sembuh karena beberapa tempat praktek dokter yang kami datangi juga tutup. Jadilah Azel dikasih obat penurun panas yang saya bawa dari Bekasi. Alhamdulillah, sepertinya Azel juga tidak ingin membuat emak-bapaknya sedih, hanya 2 hari panas Azel sembuh dan kami kembali berpetualang ke rumah nenek buyut di desa Bayat.

Panen sawo di  Bayat
Ketan bubuk kesukaanku
Bayat sangat terkenal dengan batik tulis dan gerabahnya. Oya, saya pun bangga lahir di desa Bayat. Ketika ‘pulang’ ke Bayat rasanya selalu ada romantika tersendiri. Mungkin karena tumpah darah saya di desa ini. Yang belum pernah pergi ke Bayat, sepertinya menyesal kalau tidak memasukkan daftar Bayat ketika menyambangi Klaten. Ada beberapa tempat wisata yang wajib dikunjungi lho seperti Makam Kyai Ageng Pandanaran (atau Padang Aran), Wisata kuliner apung Rowo Jombor, melihat produksi gerabah, memborong batik tulis yang pastinya murah, mencoba kuliner nasi kucing angkringan khas Bayat, dan beberapa wisata lain. 

Nasi gudang sambel tumpang
Di rumah nenek buyut, Azel bak raja kecil yang dimanja oleh keluarga besar saya. Memberi makan sapi, kambing, memetik jeruk, cabe, kelapa, sawo di kebun, melihat ikan di tambak, berjalan-jalan disawah adalah aktivitas yang tak ternilai harganya. Hampir 3 hari lamanya saya menginap di rumah nenek saya atau buyutnya Azel. Dan setiap sarapan pagi, tidak bosan-bosannya saya minta dibelikan nasi gudang sambel tumpang dan ketan bubuk kesukaan saya dari kecil.

Me - My Mommy - My sister - Pantai Kukup :)
Ketika tiba saatnya arus balik saya sangat sedih. Rasanya tidak rela meninggalkan Klaten. Tapi demi masa depan, merantau harus kami jalani. Dan perjalanan arus balik hingga Bekasi memakan waktu hingga 24 jam ! alhasil kami kena charge lagi untuk penyewaan mobil rental itu. Ahh biarlah, meski badan lelah dan keluar banyak uang untuk perjalanan tak terlupakan ini, namun kebahagiaan mudik tak bisa terucapkan, rinduku akan Klaten sudah tersampaikan. Uang kan masih bisa dicari lagi. Terlebih dalam perjalanan panjang pulang pergi, tak sekalipun Azel rewel meski 3 kali mobil yang kami kendarai harus diderek. Terimakasih Ya Allah atas segala nikmat perjalanan yang tak terlupakan, semoga Engkau selalu berikan rejeki yang cukup sehingga kami bisa mudik lagi ke kota tercinta kami, KLATEN...

   
  



12 komentar:

  1. waduh, seru banget kisah mudiknya mak Tuning. Tapi sepertinya kalau naik kereta lebih cepet ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Mak Aira... iya lebih cepet kereta. Namun untuk semendadak itu tidak memungkinkan beli tiket kereta mak :( pasti sudah habis, kalaupun ada tiket tambahan itu H-1 dan kudu ngantri berjam-jam.. hehe

      Hapus
  2. hehehe seru banget ya mak.....tp meskipun banyak halangan pulkam tu harus ya..silaturahmi, ketemu kluarga, teman2 n makanan kesukaan yg jarang dimakan di rantau itu luar biasa sensasinya #BWminggu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaa Mak Ana... apalagi setelah menikah, jadwal lebaran saya digilir tahun ini ke Bandung, tahun selanjutnya ke Klaten begitu hehe.. jadi kalau gagal ke Klaten pasti nyesek banget hhihiii

      Hapus
  3. Kampung suamiku di Klaten, Mak. Kalo mudik, kami selalu pakai mobil supaya di sana bisa jalan-jalan. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mak Haya.... wah Klatennya dimana mak ? kalau pas sama2 di Klaten kulier bareng yuuukkk. Betul, biar bisa jalan kesana kemari..

      Hapus
  4. wuuiiihhh demi mudik ya mak hehe..seru banget.. ;)
    makasih ya mak, sudah terdaftar sebagai peserta :)

    BalasHapus
  5. Balasan
    1. Hehee.... tinggal di desa sepertinya nyaman yaa Mak, ijo royo2

      Hapus
  6. Perjuangannya perlu diacungi jempol ya wkwkwk

    BalasHapus