Kamis, Desember 26, 2013

ANAK GUNUNG KRAKATAU : Maha Karya Alam Indonesia

Foto-foto itu mengungkap sejuta kisah. Kisah sebuah perjalanan yang mendebarkan. Bergelut dengan laut lepas. Pantang pasrah menerjang gelombang. Bercengkerama dengan pulau dan kehidupan bawah laut. Hingga berhasil menapak sebuah Maha Karya Alam Indonesia yang pernah menorehkan sejarah… Anak Gunung Krakatau dia bernama… 

Eh..saya senang sekali membuka foto-foto lama saat memiliki waktu senggang. Dan kebanyakan memang momen perjalanan atau travelling ke suatu tempat. Namun, belum semua perjalanan itu berhasil saya tuliskan karena sebuah kesibukan. Salah satu yang belum saya ceritakan adalah ketika saya travelling ke Anak Gunung Krakatau yang terletak di Kabupaten Lampung Selatan - Provinsi Lampung, 5 (lima) tahun silam. Padahal perjalanan waktu itu menyisakan cerita seru bercampur menegangkan yang tak mungkin saya lupakan.


Malam itu 6 Februari 2009, saya dan suami turut serta dalam rombongan backpacker yang akan berpetualang ke Anak Gunung Krakatau. Biaya yang saya keluarkan saat itu tidak mahal. Untuk perjalanan 3 hari 2 malam all in hanya 320 ribu rupiah/ orang. Kurang lebih 30 orang ikut dalam misi ini *ceilee..macam perang*. 
Rombongan berkumpul di Slipi
Berawal dari  Slipi, perjalanan kami menuju Pelabuhan Merak menggunakan sebuah bus. Layaknya kawan-kawan lama, tak butuh waktu panjang untuk saling mengenal satu sama lain. Kami pun langsung akrab dan bersenda gurau selama perjalanan. 
Sebenarnya ada rasa gelisah dalam hatiku. Mengingat berita di televisi sedang gencar mengabarkan cuaca di Selat Sunda sedang buruk-buruknya. Para nelayan urung melaut karena gelombang tinggi. Tapi, ketakutan itu perlahan berkurang setelah Ridwan, organizer kami mengatakan : trip tidak batal, Selat Sunda masih bisa dilewati. Dia sudah mengontak para nelayan yang kami sewa perahunya dan mengatakan kondisi masih aman.

Alhamdulillah kurang lebih pukul 3 pagi kapal kami tiba di Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Disana beberapa angkot yang kami sewa sudah menunggu untuk membawa kami menuju ke Pelabuhan Canti, Kalianda. Perjalanan dari Bakauheni menuju Pelabuhan Canti memakan waktu 2 jam, padahal sudah ngebut. Jantung mendesir rasanya ketika para supir angkot melajukan angkotnya bak mobil terbang. 
Tiba di Canti
Jalanan yang mulus mendukung kecepatannya. Fiuhh..syukurlah kami tiba dengan selamat di Pelabuhan Canti. Rasa deg-degan pupus setelah disuguhi pemandangan yang sangat menawan dari kapal motor dalam perjalanan menuju Pulau Sebesi tempat kami akan menginap. Pulau Sebesi merupakan daratan terdekat dengan gugusan Krakatau. Dia menjadi saksi dahsyatnya letusan besar Krakatau 130 tahun lalu.

Berenang
Malam api unggun
Jadwal kami dihari pertama yaitu explore Pulau Sebesi. Mulai dari berenang, hunting foto, hingga ditutup dengan malam api unggun sekaligus bakar ikan dan jagung. Ada beberapa bangunan penginapan sederhana disini yang sengaja dibuat untuk para backpacker seperti kami. Dan tentunya tidur beramai-ramai dengan sesama jenis dong :) Oya, kami tidur di penginapan yang langsung menghadap ke pantai. Bayangkan betapa romantisnya suara ombak menina-bobokan kami malam itu. Mimpi indah mengantarkan kami dalam tidur serta persiapan fisik untuk menembus Selat Sunda menuju Anak Gunung Krakatau keesokan paginya.

Sepertinya semua bersemangat pada pagi itu. Terbukti sebelum pukul 6 pagi kami sudah stand by untuk menaiki kapal motor mengarungi lautan. Mentari pagi pun sepertinya enggan keluar dari peraduannya. Rintik hujan menyapa melalui tetes-tetes airnya. Sedikit kabar tak sedap, para awak kapal memberitahukan bahwa gelombang cukup tinggi namun masih berani dilalui. Kami pantang mundur. Hmmm…Pernahkah kalian merasakan bagaimana rasanya diombang-ambing gelombang setinggi 2 meter selama berjam-jam ? Bagaimana melihat satu persatu muka pucat kemudian banyak yang mabok laut ? *Ohh, suamiku salah satunya*.

Ketika mulut ini hanya bisa mengucap Istighfar bernada pelan...pelan...lalu spontan terdengar kencang. Tiba-tiba salah satu nyeletuk “Haduh, kamu bisa nggak sih jangan menularkan ketakutan padaku atau sebaiknya kamu kebelakang aja deh !.” “Whaatttt ??,” kataku. *Eike bener-bener takut cyiiiinnn bukan nakut-nakutin. Oke sip, mulai sekarang berdoa dalam hati. Rrrrr…*. Maklum, semua sedang dalam kondisi ketakutan jadi wajar saja kalau sensitif. Dan benar saja, sejauh mata memandang tidak ada satupun kapal, speed boat, ataupun perahu berlayar. Ombak benar-benar tinggi.


Alhamdulillah setelah kurang lebih memakan waktu hampir 3 jam perjalanan dari Pulau Sebesi akhirnya kami dapat menginjakkan kaki di Pantai Pasir Hitam Anak Gunung Krakatau. Akibat gelombang tinggi, kapal kami tidak bisa mendarat di bibir pantai. Jadi solusinya, dengan bantuan tali tambang lalu satu persatu personil yang sudah ready dengan life vest berjalan memegang tali hingga ke daratan. Yang bisa berenang dipersilakan. Tapi, ternyata setelah saya coba untuk berenang, bukannya makin maju tapi malah mundur *efek kepedean*.  Penjaga gunung pun menyambut dengan sapaan “Wah berani sekali kalian ini, sudah 2 hari ini tidak ada kapal yang kesini.”

Yes, tibalah kami di daratan. Kesan pertama adalah : pasirnya panas ! Puncak Anak Gunung Krakatau sudah memanggil-manggil untuk didaki. Sebelumnya kami mencari-cari tongkat sebagai pegangan mendaki. Dan suamiku sebelum dikomando untuk mencari tongkat, dia sudah inisiatif mencari duluan. Bukan apa-apa, dia memang takut ketinggian :).
Sesampainya disini kami sudah lupa apa yang barusaja terjadi, digoyang gelombang…kami tak pantang…mari mendaki… Makin keatas pasirnya makin panas. Tak heran sih, waktu kami kesini pada 8 Februari 2009, Anak Gunung Krakatau memang baru saja menyemburkan laharnya pada 2008. Kami terus mendaki, hanya berhenti sesaat kala nafas tersengal, sujud syukur kami mampu menginjakkan kaki mendekati bibir kawah. Saya berhasil sampai keatas lebih dulu bersama 3 orang yang lain. Momen ini pun diabadikan dari bawah oleh salah satu teman kami.
Saya termasuk yang pertama sampai di atas
Ya, inilah Anak Gunung Krakatau yang sejarahnya sudah menjadi milik dunia. Ia tercipta dari letusan Gunung Krakatau Besar pada 27 Agustus 1883. Letusan maha dahsyat itu disertai awan panas, letusannya terdengar hingga Benua Australia. Konon abu vulkaniknya sampai di daratan Eropa. Dan sejarah mencatat, musibah ini memakan 36.000 jiwa. Sungguh sejarah yang tak mungkin terlupa. Hingga kini, Anak Gunung Krakatau masih aktif. Menurut penelitian, ketinggiannya bertambah 13 cm/ tahun.

Selesai sudah rasa penasaran kami menaklukkan megahnya Anak Gunung Krakatau. Akhirnya kapal kembali mengarungi lautan lepas. Sebelum pulang ke Pulau Sebesi, tentu kami tak melewatkan kesempatan untuk ber-snorkeling ria di Pulau Umang-Umang dan Pulang Sebuku Kecil. Yang doyan menyelam pastilah hingga laut dalam. Kalau buat saya, cukup berenang-renang kecil di sekitar kapal saja *takut ilang*. 

Pulau Sebuku Kecil
Snorkeling di Sebuku
Ternyata Pulau Sebuku Kecil sungguh cantik. Pulaunya tidak berpenghuni karena memang ukurannya kecil. Sebuku kecil juga memiliki pasir putih yang mampu memantulkan sinar matahari berkilauan. Air disekitarnya sangat bening. Puas ber-snorkeling, kami segera kembali ke Pulau Sebesi untuk berkemas. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada Warga Sebesi yang selama disana sudah membuatkan kami menu makan ikan yang enak.

Seperti De Javu, kami berjibaku kembali dengan kapal menuju Pelabuhan Canti, lalu dari Canti dijemput angkot, dan angkot mengantarkan kami ke Pelabuhan Bakauheni untuk segera naik ke atas kapal. Kapal yang kami tumpangi tiba di Pelabuhan Merak tengah malam. Dan untuk Jakarta….kami kembali.
“4 Nelayan hilang di Selat Sunda diakibatkan perahu karam dihantam gelombang tinggi, hingga saat ini belum ditemukan” Deg ! jantungku serasa ditusuk. Itulah berita yang aku dengar dari televisi saat pagi-pagi membuka mata bangun dari lelah bergelut dua hari dengan lautan. Innalillahi… aku kaget dan sedih mendengarnya.  Thanks God, Kau berikan kami keselamatan. Dan Kau berikan kami kesempatan melihat keagunganmu. Maha Karya Alam Indonesia….The Son of Krakatoa…

Inilah kisah perjalanan 5 tahun silam yang belum sempat saya ceritakan. Tulisan ini saya ikut sertakan dalam Give Away #MyItchyFeet Perjalananku yang tak terlupakan yang digagas oleh Mak Indah Nuria Savitri. So many beautiful & positive things I got from travelling. Meski tulisan ini saya kirim mendekati dateline, semoga berkenan ya Mak Indah :) (Tuning Rahayu/ 27 Desember 2013)



9 komentar:

  1. Mak Tuning..pastinya berkenan dooong...such a memorable trip! Nyerempet-nyerempet bahaya soalnyaaa :D...tapi memang Krakatau punya daya magis yang luaaar biasaa...tapi memang cantik kan maaak....thanks for participating in my GA :D..serunya berItchyFeet riaa..sudah saya catat yaaa....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa mak Indah... This is unforgetable trip. Makasih , Alhmd namaku msk salah satu pemenang GA-nya. Jd makin semangat nulis & narsis hehe *ketchup*

      Hapus
  2. asyikkknya bisa jalan2 teyus.....kapan yakk bisa kesana (mupeng) akyu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayooo mbak Prim, berpetualang menjelajahi tiap sudut dunia :)

      Hapus
  3. Krakatau, aku udah 3 kali kesana, dan nggak bosen ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mak Noe... dia megah & punya daya tarik luar biasa. *ketcup*

      Hapus
  4. Seru banget yaa... Blm pernah naik Gunung nih. Skrg sih lg diajakin suami ke Bromo n bawa bocil. Baca2 dsini jd semangat mau naik Gunung. Hihi .. Salam kenal...

    BalasHapus
  5. Wah bagus banget anak gunung krakatau
    semoga pariwisata Indonesia makin maju

    BalasHapus