Foto-foto itu mengungkap sejuta kisah. Kisah sebuah
perjalanan yang mendebarkan. Bergelut dengan laut lepas. Pantang pasrah
menerjang gelombang. Bercengkerama dengan pulau dan kehidupan bawah laut. Hingga
berhasil menapak sebuah Maha Karya Alam Indonesia yang pernah menorehkan
sejarah… Anak Gunung Krakatau dia bernama…
Eh..saya senang sekali membuka foto-foto lama saat memiliki
waktu senggang. Dan kebanyakan memang momen perjalanan atau travelling ke suatu
tempat. Namun, belum semua perjalanan itu berhasil saya tuliskan karena sebuah
kesibukan. Salah satu yang belum saya ceritakan adalah ketika saya travelling
ke Anak Gunung Krakatau yang terletak di Kabupaten Lampung Selatan - Provinsi
Lampung, 5 (lima) tahun silam. Padahal perjalanan waktu itu menyisakan cerita seru
bercampur menegangkan yang tak mungkin saya lupakan.
Malam itu 6 Februari 2009, saya dan suami turut serta dalam
rombongan backpacker yang akan berpetualang ke Anak Gunung Krakatau. Biaya yang saya keluarkan saat itu tidak mahal. Untuk perjalanan 3 hari 2 malam all in hanya 320 ribu rupiah/ orang. Kurang
lebih 30 orang ikut dalam misi ini *ceilee..macam perang*.
 |
Rombongan berkumpul di Slipi |
Berawal dari Slipi, perjalanan kami menuju Pelabuhan Merak menggunakan
sebuah bus. Layaknya kawan-kawan lama, tak butuh waktu panjang untuk saling
mengenal satu sama lain. Kami pun langsung akrab dan bersenda gurau selama
perjalanan.
Sebenarnya ada rasa gelisah dalam hatiku. Mengingat berita di
televisi sedang gencar mengabarkan cuaca di Selat Sunda sedang buruk-buruknya.
Para nelayan urung melaut karena gelombang tinggi. Tapi, ketakutan itu perlahan
berkurang setelah Ridwan, organizer kami mengatakan : trip tidak batal, Selat
Sunda masih bisa dilewati. Dia sudah mengontak para nelayan yang kami sewa
perahunya dan mengatakan kondisi masih aman.
Alhamdulillah kurang lebih pukul 3 pagi kapal kami tiba di
Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Disana beberapa angkot yang kami sewa sudah
menunggu untuk membawa kami menuju ke Pelabuhan Canti, Kalianda. Perjalanan
dari Bakauheni menuju Pelabuhan Canti memakan waktu 2 jam, padahal sudah ngebut.
Jantung mendesir rasanya ketika para supir angkot melajukan angkotnya bak mobil
terbang.
 |
Tiba di Canti |
Jalanan yang mulus mendukung kecepatannya. Fiuhh..syukurlah kami tiba dengan
selamat di Pelabuhan Canti. Rasa deg-degan pupus setelah disuguhi pemandangan yang
sangat menawan dari kapal motor dalam perjalanan menuju Pulau Sebesi
tempat kami akan menginap. Pulau Sebesi merupakan daratan terdekat dengan
gugusan Krakatau. Dia menjadi saksi dahsyatnya letusan besar Krakatau 130 tahun
lalu.
 |
Berenang |
 |
Malam api unggun |
Jadwal kami dihari pertama yaitu explore Pulau Sebesi. Mulai
dari berenang, hunting foto, hingga ditutup dengan malam api unggun sekaligus bakar
ikan dan jagung. Ada beberapa bangunan penginapan sederhana disini yang sengaja
dibuat untuk para backpacker seperti kami. Dan tentunya tidur beramai-ramai
dengan sesama jenis dong :) Oya, kami tidur di penginapan yang langsung menghadap ke pantai. Bayangkan
betapa romantisnya suara ombak menina-bobokan kami malam itu. Mimpi indah
mengantarkan kami dalam tidur serta persiapan fisik untuk menembus Selat Sunda
menuju Anak Gunung Krakatau keesokan paginya.
Sepertinya semua
bersemangat pada pagi itu. Terbukti sebelum pukul 6 pagi kami sudah stand by
untuk menaiki kapal motor mengarungi lautan. Mentari pagi pun sepertinya enggan
keluar dari peraduannya. Rintik hujan menyapa melalui tetes-tetes airnya.
Sedikit kabar tak sedap, para awak kapal memberitahukan bahwa gelombang cukup
tinggi namun masih berani dilalui. Kami pantang mundur. Hmmm…Pernahkah kalian
merasakan bagaimana rasanya diombang-ambing gelombang setinggi 2 meter selama
berjam-jam ? Bagaimana melihat satu persatu muka pucat kemudian banyak yang
mabok laut ? *Ohh, suamiku salah satunya*.
Ketika mulut ini hanya bisa mengucap Istighfar bernada
pelan...pelan...lalu spontan terdengar kencang. Tiba-tiba salah satu nyeletuk
“Haduh, kamu bisa nggak sih jangan menularkan ketakutan padaku atau sebaiknya
kamu kebelakang aja deh !.” “Whaatttt ??,” kataku. *Eike
bener-bener takut cyiiiinnn bukan nakut-nakutin. Oke sip, mulai sekarang berdoa
dalam hati. Rrrrr…*. Maklum, semua sedang dalam kondisi ketakutan jadi wajar saja kalau sensitif. Dan benar saja,
sejauh mata memandang tidak ada satupun kapal, speed boat, ataupun perahu
berlayar. Ombak benar-benar tinggi.
Alhamdulillah setelah kurang lebih memakan waktu hampir 3
jam perjalanan dari Pulau Sebesi akhirnya kami dapat menginjakkan kaki di
Pantai Pasir Hitam Anak Gunung Krakatau. Akibat gelombang tinggi, kapal kami
tidak bisa mendarat di bibir pantai. Jadi solusinya, dengan bantuan tali
tambang lalu satu persatu personil yang sudah ready dengan life vest berjalan
memegang tali hingga ke daratan. Yang bisa berenang dipersilakan. Tapi,
ternyata setelah saya coba untuk berenang, bukannya makin maju tapi malah
mundur *efek kepedean*. Penjaga gunung
pun menyambut dengan sapaan “Wah berani sekali kalian ini, sudah 2 hari ini
tidak ada kapal yang kesini.”
Yes, tibalah kami di daratan. Kesan pertama adalah :
pasirnya panas ! Puncak Anak Gunung Krakatau sudah memanggil-manggil untuk
didaki. Sebelumnya kami mencari-cari tongkat sebagai pegangan mendaki. Dan
suamiku sebelum dikomando untuk mencari tongkat, dia sudah inisiatif mencari
duluan. Bukan apa-apa, dia memang takut ketinggian :).
Sesampainya disini
kami sudah lupa apa yang barusaja terjadi, digoyang gelombang…kami tak
pantang…mari mendaki… Makin keatas pasirnya makin panas. Tak heran sih, waktu
kami kesini pada 8 Februari 2009, Anak Gunung Krakatau memang baru saja
menyemburkan laharnya pada 2008. Kami terus mendaki, hanya berhenti sesaat kala
nafas tersengal, sujud syukur kami mampu menginjakkan kaki mendekati bibir
kawah. Saya berhasil sampai keatas lebih dulu bersama 3 orang yang lain. Momen
ini pun diabadikan dari bawah oleh salah satu teman kami.
 |
Saya termasuk yang pertama sampai di atas |
Ya, inilah Anak Gunung Krakatau yang sejarahnya sudah
menjadi milik dunia. Ia tercipta dari letusan Gunung Krakatau Besar pada 27
Agustus 1883. Letusan maha dahsyat itu disertai awan panas, letusannya terdengar
hingga Benua Australia. Konon abu vulkaniknya sampai di daratan Eropa. Dan
sejarah mencatat, musibah ini memakan 36.000 jiwa. Sungguh sejarah yang tak
mungkin terlupa. Hingga kini, Anak Gunung Krakatau masih aktif. Menurut
penelitian, ketinggiannya bertambah 13 cm/ tahun.
Selesai sudah rasa penasaran kami menaklukkan megahnya Anak Gunung Krakatau. Akhirnya kapal kembali
mengarungi lautan lepas. Sebelum pulang ke Pulau Sebesi, tentu kami tak
melewatkan kesempatan untuk ber-snorkeling ria di Pulau Umang-Umang dan Pulang
Sebuku Kecil. Yang doyan menyelam pastilah hingga laut dalam. Kalau buat saya,
cukup berenang-renang kecil di sekitar kapal saja *takut ilang*.
 |
Pulau Sebuku Kecil |
 |
Snorkeling di Sebuku |
Ternyata Pulau
Sebuku Kecil sungguh cantik. Pulaunya tidak berpenghuni karena memang ukurannya
kecil. Sebuku kecil juga memiliki pasir putih yang mampu memantulkan sinar
matahari berkilauan. Air disekitarnya sangat bening. Puas ber-snorkeling, kami
segera kembali ke Pulau Sebesi untuk berkemas. Tak lupa kami mengucapkan
terimakasih kepada Warga Sebesi yang selama disana sudah membuatkan kami menu
makan ikan yang enak.
Seperti De Javu, kami berjibaku kembali dengan kapal menuju
Pelabuhan Canti, lalu dari Canti dijemput angkot, dan angkot mengantarkan kami
ke Pelabuhan Bakauheni untuk segera naik ke atas kapal. Kapal yang kami
tumpangi tiba di Pelabuhan Merak tengah malam. Dan untuk Jakarta….kami kembali.
“4 Nelayan hilang di Selat Sunda diakibatkan perahu karam
dihantam gelombang tinggi, hingga saat ini belum ditemukan” Deg ! jantungku
serasa ditusuk. Itulah berita yang aku dengar dari televisi saat pagi-pagi membuka
mata bangun dari lelah bergelut dua hari dengan lautan. Innalillahi… aku kaget
dan sedih mendengarnya. Thanks God, Kau
berikan kami keselamatan. Dan Kau berikan kami kesempatan melihat keagunganmu.
Maha Karya Alam Indonesia….The Son of Krakatoa…
Inilah kisah perjalanan 5 tahun silam yang belum sempat saya
ceritakan. Tulisan ini saya ikut sertakan dalam Give Away #MyItchyFeet Perjalananku yang tak terlupakan yang digagas oleh Mak Indah Nuria Savitri. So many beautiful & positive things I
got from travelling. Meski tulisan ini saya kirim mendekati dateline, semoga
berkenan ya Mak Indah :) (Tuning Rahayu/ 27 Desember 2013)
Mak Tuning..pastinya berkenan dooong...such a memorable trip! Nyerempet-nyerempet bahaya soalnyaaa :D...tapi memang Krakatau punya daya magis yang luaaar biasaa...tapi memang cantik kan maaak....thanks for participating in my GA :D..serunya berItchyFeet riaa..sudah saya catat yaaa....
BalasHapusIyaa mak Indah... This is unforgetable trip. Makasih , Alhmd namaku msk salah satu pemenang GA-nya. Jd makin semangat nulis & narsis hehe *ketchup*
Hapusasyikkknya bisa jalan2 teyus.....kapan yakk bisa kesana (mupeng) akyu...
BalasHapusAyooo mbak Prim, berpetualang menjelajahi tiap sudut dunia :)
HapusKrakatau, aku udah 3 kali kesana, dan nggak bosen ;)
BalasHapusIya mak Noe... dia megah & punya daya tarik luar biasa. *ketcup*
HapusMupeng pengen kesana mbak...
BalasHapusSeru banget yaa... Blm pernah naik Gunung nih. Skrg sih lg diajakin suami ke Bromo n bawa bocil. Baca2 dsini jd semangat mau naik Gunung. Hihi .. Salam kenal...
BalasHapusWah bagus banget anak gunung krakatau
BalasHapussemoga pariwisata Indonesia makin maju